Manusia hidup itu seperti sedang menjalani tawaf bangun tidur, mengerjakan berbagai aktifitas rutin, hingga tidur lagi. Mereka yang sekolah akan mengerjakann aktifitas sekolahnya lagi dan lagi. Mereka yang bekerja, mengerjakan aktifitas pekerjaannya. Bahkan mereka yang pekerjaannya tidak tetappun menjalani rutinitas ketidaktetapannya. Semua berjalan, berputar seperti orang tawaf.
Namun, walaupun tawaf kita sudah mendekati akhir, misalnya baru 6 putaran, ketika adzan berkumandang dan shaf telah ditegakkan, maka mau tak mau kita harus berhenti tawaf dan menghadap kepada-Nya. Bersatu menghadap ka’bah meski saat itu tawaf kita belum usai dan beresiko mengulang tawaf kembali karena tawaf kita sudah tidak sah.
Saat tawaf kita pun menghadapi hal-hal yang berbeda-beda. Dalam sekali tawaf saja kita akan bertemu dengan kerumunan yang padat, kadang longgar hingga kita bisa tawaf sambil menari-nari atau berlari. Kadang kita berjalan beriringan dengan jamaah lain, kadang kita harus terpisah, kadang ada saja yang memotong jalan kita begitu saja.
Tersenggol wanita cantik sangat mungkin, tersenggol pria hitam legam juga sangat bisa. Mencium bau wangi hingga bau keringat kita alami. Seperti itulah hidup. Berputar rutin dengan detil-detil menarik dalam setiap langkahnya.
Tugas kita di dunia ini cuma satu, menyelesaikan tawaf dengan sempurna lalu bersiap dengan penilaian yang lebih teliti dari-Nya.
“Allahumma yasirlana ziarota Makkah wal madinah…”