Istilah dalam Analisa Fundamental Saham

Analisa Fundamental Saham adalah sebuah analisa yang berfokus pada kualitas perusahaan. Ada banyak faktor yang dianalisa, namun di artikel ini saya akan coba tampilkan beberapa yang sering dijadikan acuan oleh para investor dalam memilih saham.

Istilah Pendahuluan

Sebelum bicara banyak istilah untuk analisa fundamental saham, saya ingin coba jelaskan dulu beberapa istilah yang akan sering anda temui di artikel ini:

  1. Asset: adalah kekayaan perusahaan. Jadi, apapun yang dimiliki oleh perusahaan disebut asset. Mulai bangunan, kendaraan, mesin-mesin, dll.
  2. Liabilities: adalah hutang perusahaan, baik hutang jangka panjang maupun jangka pendek serta kewajiban-kewajiban yang lain.
  3. Equity: adalah modal atau jumlah kekayaan bersih perusahaan

Rasio-rasio yang akan saya jelaskan di sini, bisa anda cek nilainya di tiap perusahaan di web investing.com atau biasanya juga disediakan di aplikasi trading sekuritas.

Istilah dalam Analisa Fundamental Saham 1
Cara mendapatkan data-data fundamental

Jika menggunakan investing, silahkan search emiten yang ingin dianalisa lalu klik menu Financials lalu klik sub menu Ratios. Tinggal scroll aja ke bawah untuk melihat aneka macam rasio yang disajikan 🙂

Ada banyak sekali rasio tapi saya hanya akan jelaskan beberapa yang sering dipakai saja.

Price to Book Value (PBV)

Price to Book Value (PBV) adalah metode membandingkan harga saham dengan Book Value (BV) perusahaan.

Book Value sendiri adalah nilai aset yang tersisa setelah dikurangi sejumlah penyusutan nilai yang dibebankan selama umur penggunaan aset tersebut.

Maka boleh dibilang BV ini adalah nilai sesungguhnya suatu perusahaan jika misalnya suatu ketika perusahaan bangkrut atau ditutup.

Dengan membandingkan harga saham dengan nilai buku / book value, maka anda bisa tahu apakah saham yang anda beli termasuk murah atau sudah terlalu mahal.

Biasanya nilai PBV yang dijadikan patokan adalah 1. Jika PBV bernilai 1, artinya saat perusahaan dilikuidasi, anda masih mendapatkan 100% uang anda kembali. Tapi jika lebih dari 1, maka ada kemungkinan uang anda cuma kembali sebagian saja.

Tapi patokan ini tentu harus dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis. Sebab di sektor tertentu, PBV-nya rata-rata bisa lebih dari 2 bahkan sampai 7. Maka kalau ada yang nilainya cuma 2 koma ya boleh dibilang harganya sudah paling murah dibanding perusahaan lain di sektor yang sama.

PBV dianggap bagus jika nilainya kecil, itu berarti harga saham saat ini termasuk murah. Maka, anda perlu membandingkan dengan perusahaan lain di sektor yang sama untuk bisa membandingkan mana perusahaan yang harganya saat ini paling murah.

Price to Earning Ratio (PER)

Price to Earning Ratio dalam analisa fundamental adalah membandingkan harga saham dengan earning per share (EPS).

EPS sendiri adalah laba bersih perusahaan dibagi jumlah lembar sahamnya.

Maka jika laba perusahaan besar sedangkan harga sahamnya murah, maka otomatis PER-nya juga kecil. Demikian juga sebaliknya jika laba perusahaan turun atau kecil, ya otomatis PER-nya jadi besar.

PER ini juga bisa dijadikan sebagai patokan BEP. Misalnya PER-nya adalah 5, berarti modal anda baru akan kembali setelah 5 tahun.

Angka ideal untuk PER adalah 20x – 25x. Tapi ini tentu tergantung industrinya ya. Tidak bisa disamakan untuk tiap industri.

PER dianggap bagus jika nilainya kecil, artinya harga sahamnya saat ini murah. Anda perlu membandingkan PER saham ini dengan perusahaan yang lain di sektor yang sama agar bisa menilai dengan lebih akurat.

Return of Equity (ROE)

Return of Equity adalah kemampuan perusahaan untuk mengembalikan modal. Semakin besar kemampuannya tentu semakin baik. Dihitung dari pendapatan bersih dibagi jumlah modal.

ROE akan bagus jika nilainya selalu naik. Ini menunjukkan kalau perusahaan mengalami perkembangan. Kalau cenderung turun atau stagnan berarti perusahaan bisa dianggap tidak berkembang.

Return of Asset (ROA)

Return of Asset sebenarnya sama dengan ROE, hanya saja yang dihitung adalah pendapatan bersih dibanding dengan jumlah asset-nya.

ROA akan bagus jika nilainya selalu naik. Ini menunjukkan kalau perusahaan mengalami perkembangan. Kalau cenderung turun atau stagnan berarti perusahaan bisa dianggap tidak berkembang.

Earning per Share (EPS)

Earning per Share adalah membandingkan penghasilan perusahaan dengan jumlah sahamnya. Jika penghasilannya bertumbuh, otomatis EPS juga naik. Tapi kalau turun ya turun sebab biasanya jumlah saham tetap selama beberapa tahun.

Dengan melihat data EPS anda bisa dengan mudah memantau kinerja perusahaan, apakah terus menerus turun, selalu bertumbuh atau stagnan naik turun di level itu-itu saja.

EPS dianggap bagus, jika ada kenaikan dari periode sebelumnya. Maka anda harus membandingkan EPS periode ini dengan periode sebelumnya.

Debt to Equity Ratio (DER)

Debt to Equity Ratio adalah membandingkan hutang perusahaan dengan equity perusahaan.

Jika nilai DER lebih dari 1, berarti hutang perusahaan lebih besar daripada equity-nya. Artinya jika perusahaan dilikuidasi, otomatis anda tidak kebagian apapun sebab seluruh asset perusahaan dipakai untuk bayar hutang, itupun masih kurang 😀

Jika nilainya kurang dari 1, berarti perusahaan dalam kondisi sehat. Hutangnya tidak terlalu banyak.

Yang repot kalau sampai mines. Walaupun mines itu artinya kurang dari 1, tapi ini terjadi karena equity-nya juga mines. Perusahaan yang kayak gini, sebaiknya ya ditinggalkan saja 🙂

DER dianggap bagus jika nilainya kecil. Ini berarti hutang perusahaan tidak banyak

Dividen Yield (DY)

Dividen Yield adalah perbandingan jumlah deviden dengan harga saham. Dengan memakai patokan ini, anda bisa mengetahui berapa yang akan anda dapatkan jika membeli saham saat ini.

Biasanya DY dipakai saat perusahaan mengumumkan akan membagikan deviden. Saat itu bisa dilihat berapa jumlah deviden yang dibagikan dan berapa harga saham saat ini.

Misalnya saham ABCD harga saat ini adalah 1.000 dan akan membagikan deviden sebesar 50 per saham. Maka DY-nya adalah 50/1.000×100% = 5%.

Maka, jika anda beli saham ABCD sekarang, saat pembagian deviden nanti otomatis anda mendapatkan return sebesar 5%. Dengan catatan harga saham gak berubah ya.

Tapi pada kenyataannya, seringkali setelah cumdate, harga saham justru anjlok lebih besar dari devidennya. Contohnya saham ABCD tadi yg harganya 1.000, ketika selesai cumdate, harganya bisa turun hingga jadi cuma 850.

Maka, anda perlu melakukan perbandingan dengan periode-periode sebelumnya, bagaimana perhitungan perusahaan dalam membagikan deviden. Cek deviden rationya lalu cek pertumbuhan earningnya.

Jika deviden ratio selalu tetap dan earning selalu tumbuh, maka bisa diperkirakan pada periode berikutnya, jumlah deviden akan lebih besar, tinggal cari waktu yang tepat saja untuk masuk yaitu ketika harga saham sedang turun-turunnya 🙂

DY dianggap bagus jika naik. Jadi perlu dibandingkan dengan periode yang lebih lama.

Itulah beberapa macam istilah ratio dan analisa fundamental saham yang banyak dipakai oleh para investor. Untuk menentukan harga yang tepat, biasanya butuh beberapa macam ratio sebelum akhirnya memutuskan harga wajarnya berapa.

Namun, kalau bicara gampang-gampangan sih, menurut saya yg perlu diperhatikan itu cuma 3 saja. PER, DER dan DY.

  • PER harus naik terus
  • DER harus turun terus
  • DY harus naik terus

Kalau itu sudah memenuhi, ya tinggal lihat chart saja dan gunakan analisa teknikal untuk menentukan kapan beli sahamnya 🙂

Cara Mendapat Data Harga Saham

Bagi seorang investor, data harga saham sangatlah penting. Bukan hanya data saat ini, tapi history data bertahun-tahun yang lalu bisa menjadi acuan dalam membeli saham.

Biasanya setiap sekuritas menyediakan fasilitas aplikasi online yang sudah dilengkapi dengan chart harga saham sehingga anda tinggal memasukkan indikator-indikator yang diperlukan saja ke dalamnya.

Namun, tidak semua chart yang disediakan oleh sekuritas enak buat di-navigasi dan juga biasanya garis-garis yang sudah kita tentukan malah hilang saat kita coba menengok saham yang lain.

Data Harga Saham di Investing.com

Salah satu website yang menyediakan chart data harga saham secara gratis dan bahkan bisa anda simpan hasil tarik-tarik garisnya adalah Investing.com

chart harga saham dmas
Tampilan Chart Teknikal Investing.com

Menurut saya ini web ini paling lengkap sih kalau berurusan dengan investasi. Selain chart-chart ini saham, anda bisa juga lihat chart forex dan crypto.

Untuk mendapatkan data chart ini, anda tinggal ketik saja di kolom search bagian atas kode sahamnya. Nanti akan muncul pilihan tinggal klik.

mencari data harga saham
Search data saham

Jika sudah terbuka halaman info sahamnya, anda tinggal klik technical chart. Maka chart data saham akan langsung muncul lengkap dengan berbagai menu dan fasilitasnya. Dan asyiknya semuanya gratis 🙂

chart data harga saham investing

Data yang disajikan oleh investing.com ini juga terbilang sangat lengkap ya. Untuk harga saja. Sebagai contoh TLKM yang saya screenshot di atas, itu datanya sampai tahun 2012 lho. Artinya lebih dari 10 tahun.

Menurut saya ini sangat cukuplah.

Nah, silahkan anda daftar dulu di investing.com (atau malah sudah punya? hehehe). Sebab kalau belum daftar ya gak bisa menyimpan hasil tarik-tarik garisnya.

Bisa menyimpan hasil tarikan garis ini menurut saya penting ya. Sebab kita jadi bisa tahu kapan sebaiknya kita tambah posisi terutama jika trading kita masih manual. Namun, kalau sudah serba auto ya keberadaan chart tidak diperlukan lagi sih 🙂

Saya sendiri juga sudah jarang lihat chart. Paling sesekali doang kalau mau nambah porsi saham yang kebetulan lagi diskon 🙂

Data Harga Saham di Sekuritas

Aplikasi yang dimiliki oleh Sekuritas sendiri biasanya juga cukup canggih dan lengkap fasilitasnya. Setidaknya dari 3 sekuritas yang saya pernah coba, ketiganya punya chart yang juga bisa dipakai dan tentunya bisa disimpan.

Contohnya:

  • Mirae Asset: Menurut saya ini chart-nya yang paling maknyus sih dibanding yang lain. Sudah mirip dengan investing tapi dia bisa dijejer langsung 12 saham sekaligus. Jadi, kita memantaunya juga enak banget.
  • RHB Sekuritas: Aplikasinya yaitu RHB Tradesmart punya chart sendiri sebenarnya tapi kurang lengkap dan kurang nyaman dipakai. Untungnya mereka kerjasama dengan TradingView dan sepertinya cukup premium sehingga bisa kita simpan juga hasil tarikan garisnya. Kalau yg free kan cuma bisa 1 layout doang.
  • Mandiri Sekuritas: Saya sudah lupa sih kayak gimana chart-nya. Sebab udah lama gak login dan kayaknya saya juga lupa data loginnya wkwkwk… Tapi seingat saya chart-nya juga cukup nyaman sih dipakai untuk analisa. Walau tidak selengkap Mirae sih.

Yang lain saya belum pernah coba jadi gak bisa kasih review dan pandangan sama sekali.

Apa itu Cutloss dan Trailing Stop

Cutloss dan Trailing Stop itu sebenarnya sama, yang membedakan hanya posisinya saja. Cutlose adalah autosell yang diletakkan di bawah harga beli. Sedangkan trailing stop diletakkan di atas harga.

Keduanya selalu diletakkan di bawah harga saat ini. Fungsi CL dan TS adalah sama yaitu untuk membatasi resiko. Biasanya akan memanfaatkan fasilitas auto sell dari aplikasi online sekuritas.

Namun, tak jarang investor juga menentukan cutloss dan trailing stop di atas kertas jurnal saja. Artinya eksekusinya manual. Ini untuk mencegah false signal.

Sebab seringkali ketika harga menyentuh harga CL atau TS, dia memantul kembali. Dengan menjual secara manual saat harga tersentuh, maka investor bisa memutuskan apakah benar-benar menjualnya atau hold dulu.

Maka, dengan menentukan CL dan TS di awal, anda sudah bisa memastikan hasil akhir trading. Sebab harga jualnya ya sudah ditentukan sejak awal 🙂

Apakah pasang Cutloss Wajib?

Sebenarnya ya nggak. Lagi-lagi tergantung style trading masing-masing. Gak ada yang mewajibkan juga. Duit anda sendiri 😀

Namun, jika kita sudah merencakan sebuah action jika kondisi tidak sesuai kenyataan, maka tradingpun akan lebih nyaman dan santai.

Bahkan anda tinggal setting auto buy dan auto sell aja di aplikasi trading. Saat market buka udah gak perlu pusing lihat fluktuasi market lagi. Emosi juga lebih stabil dan tidak mudah terpengaruh.

Kenapa pakai Cutloss dan Trailing Stop?

Jadi gini, uang itu bisa dicari kapanpun selama hidup. Yang gak bisa dicari dan diganti adalah waktu. Nah, cutloss itu sangat bermanfaat untuk memotong waktu tunggu.

Contoh gampangnya gini, anda ada di gedung pencakar langit dengan 100 lantai. Saat ini anda ada di lantai 90 misalnya dan hendak naik ke lantai 100 menemui bos.

perumpamaan cutloss dan trailing stop

Eh ternyata lift yang masuki malah turun ke lantai dasar. Apa yang anda lakukan?

Walaupun anda tahu setelah turun ke lantai dasar dia akan naik lagi, tapi si bos bakal marah-marah sebab anda telat datang gara-gara salah masuk lift.

Akan bijak jika anda langsung turun di lantai 89 dan pindah lift lain yang akan naik kan?

Nah, di saham juga sama, anda ingin dapatkan saham yang cuan. Eh ternyata saham yang anda pilih salah analisa. Ya memang suatu saat ini mungkin akan mantul. Masalahnya ini bukan lift yg gerakannya pasti.

Ini adalah saham. Boleh jadi hari ini turun, besok naik kencang, tapi boleh juga hari ini turun, eh besok turun lebih dalam lagi dan 2 tahun lagi baru balik ke posisi semula. No body know.

Maka bagi seorang trader dimana waktu adalah penting, memasang cutlose dan trailing stop adalah memastikan anda selalu berada di lift yang benar.

Tapi… jika yang anda harapkan hanya deviden yang diberikan setahun sekali, atau waktu gak terlalu masalah buat anda sebab yang anda butuhkan adalah big gain, maka stoplose dan trailing stop tidak terlalu dibutuhkan lagi.

Kembali lagi ke trading plan masing-masing. Ada yg memang menganalisa perusahaan dan menemukan bahwa harga saham perusahaan itu sebenarnya sangat undervalue, misalnya asset bersih per saham 3.000 eh harganya cuma 200.

Walaupun harga stagnan di angka segitu aja, mentok-mentok cuma 400, dia tetap terus collect saham itu. Tapi saat banyak orang kemudian tahu valuenya, maka harga akan melonjak gak karuan dan dia untung edan-edanan 🙂

Tapi tentu ini sudah beda strategi lagi dan tentunya duitnya juga gak boleh pas-pasan dan waktu harusnya sudah bukan jadi masalah lagi 🙂

Bagaimana Menentukan Cutloss dan Trailing Stop?

Tidak ada aturan baku dalam menentukan cutloss dan trailing stop. Namun, biasanya trader memanfaatkan indikator yang digunakan sebagai support dan resistance.

Biasanya cutloss akan dipasang di garis support. Bila ternyata harga mampu menembus garis resisten, maka langsung pasang trailing stop di garis resisten. Sebab, garis resisten yang sudah ditembus akan menjadi support berikutnya.

Beberapa cara menentukan batas cutloss dan trailing stop:

  1. Menggunakan indikator teknikal baik MA, Ichimoku maupun pakai garis fibonacci. Tergantung trading rule yang dipakai masing-masing trader.
  2. Menggunakan prosentase. Jadi cutloss dan trailing stop dibuat misalnya 5% dari harga tertinggi. Maka ketika harga naik, CL dan TS-nya juga ikut naik mengikuti pergerakan harga.
  3. Menggunakan candle chart. Misalnya low 3 hari yang lalu. Nah, tiap hari dia ngikutin tuh pakai low 3 hari yang lalu.
  4. Pakai risk and reward. Seperti pernah saya bahas di risk and reward, TS baru dipasang saat harga sudah 2x risk. Dan terus dinaikkan sesuai risk-nya.

Kenapa kok Cutloss melulu?

Ini sering terjadi pada trader pemula. Udah coba disiplin cutloss eh malah bolak-balik cutloss lalu punya pikiran, bisa habis duit saya kalau cutloss melulu.

Biasanya ini terjadi kalau malas bikin jurnal. Ya, insyaaLlah di artikel yg lain akan saya detilkan lagi bahas soal jurnal ini.

Dengan jurnal anda bisa tahu apakah rule anda sudah efektif atau belum. Misalnya kok cutloss terus, maka coba perhatikan pergerakan harga saham-saham yg anda beli. Jika pergerakan hariannya aja bisa range 5% lalu anda pasang cutloss-nya cuma di 3% ya udah pasti kena sambar dong.

Saya memasang cutloss tidak asal nentuin berapa persen tapi melihat bagaimana pergerakan harga sahamnya. Saham yg range high ke low-nya sangat jauh ya gak bisa disamakan dengan yg range-nya pendek.

Makin tinggi range-nya, berarti pasang cutloss-nya juga makin dalam. Hasilnya dengan RPT yang sama, saham yg dibeli juga pasti beda jumlahnya. Oke, mari kita coba contoh:

Saham ABCD dan VWXZ harganya kebetulan sama 1.000. Untuk cutloss saya pakai acuan low hari sebelumnya. ABCD low sebelumnya di 970, sedangkan VWXZ di 900.

Maka:

– ABCD saya pasang cutloss di 960. Berarti risk-nya 40.
– VWXZ saya pasang cutloss di 890. Berarti risk-nya 110.

Misal RPT saya 50.000, maka saya hanya boleh beli:

– ABCD : 50.000 / 40 = 1250 lembar atau 12 Lot
– VWXZ : 50.000 / 110 = 454,5 lembar atau dibulatkan jadi 4 Lot

Jika keduanya sama-sama kena cutloss, maka saya akan rugi:

– ABCD : 12 x 100 x 40 = 48.000
– VWXZ : 4 x 100 x 110 = 44.000

Keduanya masih di bawah batas RPT saya yg 50.000.

Semua ini harus dicatat dalam jurnal. Berapa belinya, jumlahnya berapa lot, cutloss di harga berapa dan kalau terkena cutloss juga dicatat. Yang berhasil kena trailing stop juga harus dicatat. Lalu tiap tahun dievaluasi, berapa yg cutloss dan berapa yang trailing stop.

Yang cutloss dipelajari terutama yg abis kena cutloss lalu memantul. Berapa banyak yg kayak gitu? Kalau sebagian besar seperti itu, artinya kita manentukan cutloss-nya terlalu rapat, harus diturunkan lagi.

Dengan jurnal, akhirnya bisa melakukan evaluasi secara matang dan system trading akan terus bisa diperbaiki dan disempurnakan 🙂

Risk Management Investasi Saham

Risk Management adalah ilmu pengelolaan resiko yang wajib dimiliki oleh setiap investor. Tanpa risk management yang tepat, maka anda akan jadi korban bursa saham selanjutnya menyusul korban-korban lain yang sudah mendahului kita.

Saya membagi risk management dalam 3 model. Namun dalam prakteknya saya hanya memakai 2 saja. Sebab seperti pernah sampaikan di tulisan sebelumnya saya hanya pengikut tren, dan pengikut tren biasanya cuma pakai 2 risk management saja.

1. Risk to Reward Ratio

Ini adalah risk management dasar yang sebaiknya anda tahu sebelum mulai membeli saham. Ingat ya.. anda harus sudah menentukan ini SEBELUM beli, bukan saat sudah beli saham.

Idealnya risk to reward ratio itu adalah 2x. Artinya jika resikonya 1, reward-nya harus 2.

Contohnya gini, saham ABCD harganya Rp. 1.000. Rencana anda jika dia turun di 900 maka anda akan cutlose. Nah, berarti resiko anda adalah 100.

Maka, anda harus punya target profit minimal 200 yaitu 2x resiko.

Nah, jika support dan resistennya terlalu mepet, mungkin karena sudah terlalu tinggi harganya, sehingga jika nyampe resisten hanya 1.100 misalnya, maka berarti R/R-nya hanya 1x saja. Ini jelas bukan investasi yang menguntungkan 🙂

risk management saham

Tapi.. bagi trend follower seperti saya, R/R ini cuma hitungan saja hehehe… Sebab trend follower tidak pakai Taking Profit sehingga R/R-nya jarang dihitung. Walaupun ada juga yg menjadikan R/R sebagai acuan menentukan Trailing Stop.

Contohnya gini. Seorang trend follower akan beli Saham ABCD di harga 1.000. Dia tentukan SL di 900. Nah, saat harga mencapai 1250, dia ubah SL-nya jadi trailing stop (TS) di 1.200. Dia belum jual, tapi sudah bisa dipastikan dia mendapatkan 2x resiko.

Jika harga terus naik ya dia tinggal mengubah terus TS-nya semakin naik mengikuti pergerakan harga. Saat harga lalu berbalik arah dan kena TS barulah terjual. Setelah itu baru dihitung berapa R/R-nya. Boleh jadi bisa sampai 5x risk lho.

2. Risk per Trade

Saya sudah menyinggung risk per trade (RPT) ini di tulisan sebelumnya tentang money management. Di sini saya akan coba lebih detilkan lagi risk management saham yang satu ini agar semakin jelas. Sebab menurut saya, diantara semua risk management, inilah yang paling penting untuk diperhatikan.

Risk per Trade kalau kata guru saya adalah resiko yang siap anda tanggung setiap kali gagal trading. Jadi hitungannya adalah per transaksi. Nah, menghitungnya dari equity atau modal anda.

Misalnya anda punya modal untuk trading saham sebesar 10 juta. Dan sekali anda trading, anda siap kehilangan 100.000 misalnya maka ini berarti RPT anda adalah 1%.; Maka modal akan akan habis setelah 100x trading dan kena cutlose berturut-turut hehehe….

Siap?

Misal anda mau beli saham ABCD dengan harga 1.000. RPT 1% dan modal anda 10juta. Berarti RPT-nya 100rb. Anda tetapkan cutlose di harga 900. Berarti lose-nya 100. Maka tinggal hitung saja jumlah sahamnya yaitu 100rb / 100 = 1.000 lembar atau 10 Lot. Ini adalah nilai maksimal pembelian saham anda.

Jika analisa anda salah lalu kena cutlose berarti anda hanya akan kehilangan 100rb dan itu sudah anda prediksi sejak sebelum beli saham.

Gak rela kehilangan 100rb? Lha berapa relanya? Itu harus anda hitung duluan SEBELUM beli saham. Mau nggak mau, anda akan berhadapan dengan harga yg tidak sesuai prediksi, jadi harus anda perhitungkan dengan baik resikonya.

RPT hanya bisa dihitung oleh mereka yang menerapkan cutlose. Sementara bagi yang tidak ya artinya RPT-nya 100% alias nyangkut sedalam apapun gak masalah. Maka kembali ke style trading masing-masing. Toh duitnya duit sampeyan sendiri, bukan duit saya 😀

Saya kebetulan pakai 2 system trading bersamaan. Yang satu menggunakan RPT 0,4% sedangkan satu lagi tanpa RPT sebab memang saya fokuskan untuk beli saham-saham yg rajin bagi deviden saja. Jadi saya gak terlalu pengaruh dg harga. Justru kalau harga lagi murah saya malah beli lagi.

Dengan RPT 0,4% berarti butuh 250x salah trading berturut-turut tanpa profit sama sekali untuk menghabiskan modal hehehe..

Tapi pada prakteknya di tahun 2021 kemarin total saya loss 165x dan profit 71x tapi secara YTD profit saya dalam setahun alhamdulillah dapat 15,30%. Jadi modal 10 juta di awal tahun, jadi 11.530.000 di akhir tahun. Sangat lumayan toh, jauh lebih tinggi daripada IHSG dan dari Deposito hehehe…

Dengan memakai RPT, berarti anda sudah membatasi kerugian dan membiarkan keuntungan melayang setinggi-tingginya.

3. Risk Per Month

Risk per month (RPM) adalah risk management tingkat bulanan. Ini dihitung hanya selama bulan berjalan saja. Nanti di awal bulan akan direset lagi menjadi nol.

Misalnya anda siap nih dalam 1 bulan kehilangan 10% modal. Maka jika tiap bulan berturut-turut anda rugi, uang anda baru akan habis setelah 10 bulan. RPM ini biasanya digabung dengan RPT.

Maka, jika RPT anda 1% misalnya, begitu rugi 10x berturut-turut maka di bulan itu anda harus stop. Sebab kerugian dalam bulan itu sudah mencapai RPM 10%.

Misal dalam sehari anda beli 10 saham, eh besoknya kena cutlose semua sehingga tersentuh RPM 10%-nya, maka selesai sudah anda harus belajar lagi hingga awal bulan depan.

Sebab dg 10 trade berturut-turut rugi, itu artinya system anda belum teruji dengan baik alias ngawur 😀 Bahkan untuk dibilang ngawurpun kurang cocok. Terlalu sempurna kerugiannya sampai 10x berturut-turut.

Tentukan Risk Management anda sendiri

Risk Management Saham itu sifatnya lebih ke personal ya. Jadi angka-angka yang ada di sini adalah murni opini pribadi saya sendiri yang nyaman menurut saya. Boleh jadi buat anda itu terlalu kecil atau malah terlalu besar.

Yang ingin saya tekankan di sini adalah setiap bisnis ada resikonya, termasuk di bisnis saham. Bahkan saham juga disebut sebagai high risk investing. Artinya faktor resiko di saham itu sangat besar dan bukan tidak mungkin untuk terjadi.

Maka, tugas anda adalah mengendalikan resiko itu agar tidak memberikan pengaruh terlalu besar pada kinerja portofolio anda secara keseluruhan.

Seorang trader dan investor handal akan melihat kinerja portofolio secara menyeluruh, bukan per trade. Maka seorang investor handal tidak akan mungkin berinvestasi di 1-2 perusahaan saja. Dia akan meletakkan telur di banyak keranjang untuk meminimalisir resiko 🙂

Jadwal Deviden Tahun 2021 (28/6 – 2/7)

Salah satu keuntungan berinvestasi saham selain mendapatkan capital gain yaitu kenaikan harga saham, ada keuntungan lain yaitu deviden perusahaan. Walaupun tidak semua emiten rajin memberikan saham, tapi kalau mau mencari, yg membagikan saham juga banyak juga.

Enaknya kalau kita hanya fokus mendapatkan deviden adalah kita gak terlalu khawatir dengan pergerakan harga. Pokoknya selama perusahaan rajin bagi deviden ya kita hold. Tapi kalau udah mulai telat bahkan udah gak bagi deviden selama setahun lebih ya udah kita lepas saat harga sudah cukup bagus.

Namun, harus diingat bahwa biasanya deviden ini gak terlalu banyak hasilnya. Rata-rata ya cuma 2-3% saja per tahun jika dibandingkan dengan harga sahamnya.

Saat ini saya coba mendata deviden tiap emiten. Alhamdulillah saya dapat data deviden mulai tahun 2014 pertengahan. Yaa lumayanlah ya dapat 7 tahunan hehehe…

Saya akan coba share di sini data deviden tiap pekannya. Dan mudah-mudahan saya juga bisa menemukan cara mendapatkan perkiraan emiten yang paling banyak berbagi deviden.

Sementara itu, inilah emiten-emiten yang akan ex-date pekan depan

Jadwal ex-date emiten pekan depan

Ex-date adalah tanggal berakhirnya penentuan siapa yang berhak mendapatkan deviden. Jika anda masih memegang saham hingga penutupan tanggal sebelumnya, maka anda berhak mendapatkan deviden saham itu.

Misal ex-date ALDO tanggal 28 Juni (Senin), maka anda harus masih memegang ALDO hingga penutupan tanggal 25 Juni (Jum’at) kemarin.

Nah, masalahnya biasanya pas ex-date itu harga dibanting hingga sebesar devidennya hehehe.. Jadi kayak ALDO itu nanti dari harga sekarang 680, bisa turun jadi 875-an 🙂

Terkadang malah lebih dalam dari nilai devidennya hehehe… Saya pernah menemui sampai 2x lipat harga deviden.

Maka, ini kesimpulan saya sementara ya, waktu terbaik utk beli saham itu ya setelah ex-date. Jadi biarkan di hari ex-date turun lalu anda pasang auto buy 2 tick di atas harga high-nya.

Kalau masih turun ya harga buy ikut turun terus sampai akhirnya buy-nya ter-triger.

Atau kalau punya strategi lain juga boleh.