Peristiwa pemasangan spanduk berisi penolakan keberadaan Front Pembela Islam (FPI) di Kalimantan Barat, yang nyaris memicu terjadinya kericuhan antara FPI dan mahasiswa membuat masyarakat Kalbar pada umumnya dan Kota Pontianak khususnya menjadi sedih.
Sebab, ibukota provinsi Bumi Khatulistiwa tersebut selama ini selalu terjaga keamanan dan ketertibannya.
Tokoh masyarakat Kalbar sekaligus rohaniawan, Barnabas Simin, mengatakan bahwa seharusnya pemerintah dapat mengayomi dalam melindungi warga negaranya.
Selain itu, ia juga menilai keberadaan FPI merupakan lembaga sah dan resmi karena memiliki badan hukum yang sah dan kuat. “Sama seperti hal organisasi Pemuda Dayak maupun Pemuda Melayu,” kata Barnabas Simin di Pontianak.
“Damai itu indah. Mereka dilindungi oleh UU. Tidak ada seorang pun yang melakukan intervensi. Namun, jika lembaga itu diplot dalam membangun daerah, sudah sepatutnya mereka mengikuti hal tersebut,” tambah dia.
Menurut Barnabas , masyarakat bisa memilah-milah peristiwa yang terjadi itu. Sebab, persoalan tersebut bukan masalah suku, agama maupun ras yang ditonjolkan. Namun, hanya perbedaan pendapat.
“Seperti firman Allah, memberikan berbagai macam suku dan bangsa akan memberikan sebuah keindahan di dalam hidup. Agama itu merupakan pilihan,” tuturnya.
Pada umumnya, jelas Barnabas, Provinsi Kalimantan Barat itu terdiri 18 suku yang ada yang ada di wilayah ini. Tiga di antaranya merupakan suku terbesar. Yakni Suku Dayak, Melayu, dan Tionghoa. Dan sudah seharusnya, suku mayoritas dapat mengayomi kepada suku yang minoritas.
“Selama kita sebagai umat beragama dan beriman, kita selalu menempatkan diri kita menjadi orang beriman untuk menjadi warga bangsa Indonesia, umat yang beragama, dan menjadi warga yang baik,” ujarnya.
Barnabas cukup menyesalkan adanya tindakan yang sangat luar biasa tersebut. Ibarat api yang kecil menjadi besar. Karena itu, ia berharap agar persoalan kecil itu dibuat hilang dan api besar setidak-tidaknya menjadi sebuah api kecil. “Jangan sampai, perdebatan itu membuat masyarakat Kalbar secara keseluruhan menjadi rugi,” tuturnya.
Untuk itu, kata Barnabas, dirinya mengimbau kepada seluruh warga Kalbar khususnya umat Kristiani dan Dayak agar dapat menahan diri agar tidak terpancing provokasi isu negatif. Selanjutnya, tenaga pendidik juga meminta agar seluruh masyarakat Dayak maupun Melayu agar tidak turun ke Kota Pontianak.
“Kota Pontianak ini bukan untuk kelahi. Bukan tempat bertikai. Tetapi kota ini merupakan kota damai,” kata Barnabas.