terjebak rutinitas

Pengalaman atau Pengulangan


terjebak rutinitasPernah nggak dimarahin orang kayak gini: “Saya itu sudah pengalaman 60 tahun, kamu masih bau kencur aja udah berani-benarinya mengkritik”. Bagi anda yang kerja di sebuah lembaga dan didalamnya banyak orang-orang tuwir biasanya akan sering dapat. hehehe… Gpp, namanya juga orang tua, harus dihormati… HORMAAAT GRAAK !!

Kita yang hidup di jaman lebih modern ini dimana kreatifitas lebih dihargai daripada kontinuitas, musti punya sikap. Sebenarnya Tung Desem Waringin punya jawaban jitu untuk meng-counter balik senjata para senior itu. yaitu:

Pengalaman 60 tahun atau pengalaman 1 hari yang diulang-ulang sampai 60 tahun?

Kita kan sering terjebak dengan pengulangan. atau biar lebih enak didengar bagaimana kalau kita sebut kesibukan hhehe… Coba anda sekali-kali bertanya atau anda catat kegiatan anda setiap hari selama sepekan. Dan di akhir pekan anda lihat kegiatan anda. Kemudian coba buat rencana untuk sepekan ke depan.

Jika rencana anda 1 pekan yang lalu hampir sama dengan 1 pekan ke depan, maka anda sudah terjebak dengan pengulangan, rutinitas atau kata Robert T Kyosaki terjebak dalam perlombaan tikus.

Dan pengulangan ini punya 2 efek yaitu:

  1. Menguatkan bagian yang diulang
  2. Menghapus bagian yang tak terulang

Sebagai contoh para pemilin rokok. Bagi kita yang nggak pernah tahu cara memilin rokok, mungkin sehari bisa 50 batang sudah hebat. Tapi bagi para pemilin rokok yang mengulang-ulang pekerjaanya tiap hari selama beberapa tahun, mereka enak aja tuh milin rokok sambil ngerumpi dengan teman sebelahnya. Gak terasa udah setumpuk batang rokok telah siap.

Pun juga beberapa pelajaran sekolah waktu kita SD. Karena kita nggak pernah mengulang lagi, nggak pernah buka buku lagi ya akhirnya jadi kalah sama anak kelas 5 SD. Jadi deh sebuah acara tipi.

Kenapa begitu? Karena kita hanya mengulang-ulang satu sisi tapi membiarkan sisi yang lain. Maka otak akan melakukan proses perampingan data. Hafalan kita waktu SD dihapus pelan-pelan karena sudah tidak pernah terpakai lagi. Sedangkan ketrampilan baru yang diulang-ulang, maka akan dikuatkan oleh otak agar mudah diakses.

Bahayanya adalah saat kita terlalu banyak mengulang satu kegiatan, maka otak akan didesign untuk menjalankan aktifitas itu dengan sempurna, presisi dan sebagai bayarannya, dia mematikan segala hal yang akan merusak tatanan itu. Maka dari itu, seorang karyawan dengan aktifitas rutin biasanya lebih sulit menerima hal baru apalagi diminta jadi pengusaha. Karena otaknya memang sudah didesign menolak hal baru yang dianggap akan merusak tatanan prosedural yang sudah dibangun otak.

Hidup seimbang dan bervariasi

Solusi masalah ini sebenarnya sudah diantisipasi oleh Islam dalam setiap ibadahnya. Misalnya ajaran menghafal Al-Quran. Ini akan melatih otak untuk mudah menerima masukan baru bahkan bahasa baru yang nggak pernah kita ucapkan di kehidupan sehari-hari.

Kita juga diajarkan untuk pergi dan pulang dari jalan yang berbeda. Ini sebenarnya sunnah ketika sholat IED tapi tak ada salahnya kita terapkan saat berangkat dan pulang kerja. Ada lagi ajaran silaturahmi. Kalau kita biasakan, maka rutinitas hidup tidak akan terbentuk. Masak kita silaturahmi ke 1 orang doang sih? Bisa bosen orangnya hehehe.. Pastinya kita akan berkunjung ke lain-lain orang.

Dan yang keren adalah rutinitas makan-pun di obrak-abrik oleh Islam melalui puasa sunnah. Pernah gak anda pikirkan kenapa puasa sunnah itu Senin dan Kamis? Kenapa bukan tiap 3 hari sekali atau puasa daud gitu yang 1 hari puasa 1 hari tidak? Kenapa Rasulullah lebih memilih Senin Kamis daripada puasa daud?

Itu karena jeda hari Senin dan Kamis itu tidak sama. Antara Senin dan Kamis ada jeda 2 hari sedangkan antara Kamis dan Senin jedanya 3 hari. Dengan begini otak selalu waspada. Dia tidak ada kesempatan membuat autopilot. Semua harus terkendali dan terkontrol.

Meski begitu, Islam juga mengajarkan rutinitas melalui sholat 5 waktu. Ya, itu saja kan yang dirutinkan oleh Allah? Sisanya dibuat free terserah kita kapan waktunya. Puasa ramadhan dan haji tidak bisa disebut rutinitas karena gak rutin. sebulan puasa trus nggak sama sekali 🙂

So, silahkan memiliki rutinitas, tapi jalankan dengan penuh kreatifitas. Berangkat dan pulang kerja lewat jalan yang berbeda. Berangkat hari ini dan besok jalan yang dilewati lain. Jika biasanya datang ke kantor langsung nyalakan komputer, besok menata meja dulu baru nyalakan komputer. Besoknya lagi menyapa teman kantor dulu baru nyalakan kompi. Sekali waktu memindah letak benda-benda di meja kerja, memindah posisi duduk, dll.

Jika kerja diiringi musik pop, sekali-kali ganti dangdut atau murottal quran misalnya. Kalau perlu minta tuker tempat duduk dengan teman seruangan (bisa ndak ya? hehehe). Jika biasanya tanda tangan dari map paling atas ke bawah, maka kita ganti dari bawah ke atas.Atau kita selang-seling.

Mudah-mudahan rutinitas yang penuh kreatifitas akan memberikan pengalaman kerja bertahun-tahun yang penuh hal baru, bukan sekedar pengulangan bertahun-tahun yang menjemukan.

Masukkan alamat email anda untuk mendapat update terbaru:

9 thoughts on “Pengalaman atau Pengulangan”

  1. jadi ingat kata “semakin diulang semakin terkesan.tidak diulang akan melayang”.yapz betul bgt suatu pekerjaan jk diulang2 hingga titik nihaiyah maka semakin mudah dikerjakan-nya.

  2. ah iya juga ya mas. Saking rutinnya jadi tidak terasa dan terjadi mengalir begitu saja. Sangat tidak ‘kanan’ klo kata Ippho Right

  3. ini menjadi tantangan yang tidak mudah dilakukan: tempaan rutinitas.
    dan rutinitas, cenderung mengikis kreatifitas karena menjalankan yg itu itu saja.
    melakukan hal yang sama, dengan cara berbeda bisa kita lakukan agar kreatifitas tidak menjadi mandul. sebagaimana contoh-contoh yang kang Lutvi sampaikan di atas.
    terima kasih atas sharingnya. salam sukses.

  4. Kreatip dalam rutinitas memang perlu, pekerjaan akan semakin berwarna dan tentunya “pengalaman 60 tahun belum tentu lebih baik daripada pengalaman 1 hari”

Comments are closed.