Ada 1 ajaran Budha yang saya suka dan hingga kini tetap saya pegang teguh yaitu kenetralan. Apakah Islam tidak mengajarkan soal netral? Oo… tentu saja. Bahkan dasar dari Islam itu sendiri adalah Netral. Coba anda amati kalimat Syahadat yang biasa kita baca saat tahiyat.
Laa ilaaha Illallah…
Biasanya diterjemahkan secara bebas dengan Tiada Tuhan Selain Allah. Padahal kata Illah itu sendiri artinya bukan sekedar Tuhan atau sesembahan, tapi Illah artinya yang ter-segala-galanya. Dengan menambah Laa di depan maka bisa juga diartikan bahwa segalanya, apapun itu di dunia maupun di akherat sejatinya adalah TIDAK ADA.
Maka saya, anda, orang-orang di sekeliling kita, rumah, harta, anak, istri, jabatan atau apa saja yang ada itu sejatinya tidak ada alias kosong. Dan kosong itu artinya netral.
Illallah… kecuali Allah. Maka semuanya kosong kecuali Allah. Semuanya tidak ada kecuali Allah. Semuanya hanya sementara kecuali Allah. Dialah yang Maha Ada bahkan hanya Dialah yang Ada seandainya kata Adapun tidak Ada.
Apa efeknya jika kita meyakini bahwa apapun di dunia ini hakekatnya adalah kosong? Efek yang luar biasa adalah keberanian kita dalam melangkah. Lihatlah para prajurit-prajurit Islam dulu. Mereka bertempur dengan sangat gagah berani merangsek musuh yang jumlahnya 3x lebih banyak. Kenapa?
Karena mereka yakin, musuh itu sebenarnya tidak ada. Mati dan Hidup itu hakekatnya sama saja. Luka di tubuh hanya sementara. Rasa sakit dan sehat tak ada bedanya.
Untuk bisa bertahan di zona netral memang bukan perkara mudah. Ibaratnya begini, zona netral itu ibarat garis putih di tengah jalan raya. Jika anda ingin tetap di zona ini, anda harus terus berada di garis itu apapun yang terjadi. Walaupun anda mahir dalam mengemudi motor dan jalanan sedang kosong, sedikit-sedikit anda pasti sering keluar dari garis kan?
Tapi meski susah, bukan berarti harus ditinggalkan bukan?
Walaupun kita sering keluar jalur dan tidak netral, tapi pintu Taubat tetap selalu terbuka. Saat kita sudah melenceng dari jalur, maka kita harus segera bertaubat dan kembali ke jalur yang benar. Saya pribadi kurang setuju dengan pendapat ulama yang mengatakan bahwa jika kita taubat lalu berdosa lalu taubat lagi lalu dosa lagi maka tidak diterima Taubatnya.
Menurut saya Allah itu Maha penerima Taubat. Kapanpun kita berbuat salah atau dosa asal kita menyesalinya dan berusaha keras untuk mengakhirinya, maka Allah akan menerima taubat kita. So, pintu taubat Allah akan senantiasa dibuka bahkan saat pintu-pintu yang lain sudah tertutup.
Bersikap netral akan membuat kita merdeka. Kita akan bergerak dengan lebih leluasa. Mau infaq, tak ada yang perlu kita khawatirkan. Semua untuk Allah semata. Karena cuma Dialah yang ada dan yang lainnya kosong belaka.
Agar lebih memahami kenetralan ini, coba anda datang ke persewaan Play Station. Lihatlah perilaku orang-orang disana saat bermain game. Biasanya yang sudah mahir, mereka akan duduk tenang dan hanya jari-jarinya yang bergerak. Dan seringkali justru mereka inilah yang menang pertandingan PS.
Sedangkan yang masih amatiran, biasanya mereka ini kalau main bukan cuma jarinya, tapi badan ikut-ikutan meliuk-liuk, tangannya diangkat-angkat dan saat tokoh yang dimainkannya terkena serangan biasanya mereka yang bilang ADUUUH..!!
Dunia itu seperti permainan PS itu. Sebagian kita kerja banting tulang, melakukan berbagai upaya untuk mendapatkan kesuksesan. Sementara sebagian lain yang tahu bagaimana system kerja dunia ini, cukup duduk tenang di rumahnya. Tapi mereka ini malah yang banyak sukses.
Meski begitu pemain PS ada juga yang duduk tenang memandangi layar, tapi kalah terus. Kenapa? Karena mereka tak paham bagaimana system kerja dunia ini. Mereka tenang bukan karena mengerti, tapi karena bingung mau apa.
Nah, sekarang bagaimana dengan anda?