Meminta Maaf dan Memaafkan 1

Meminta Maaf dan Memaafkan


indahnya-saling-memaafkan

Sepele memang, tapi berat untuk dijalankan. Meminta maaf dan memberi maaf memang sudah sering dilakukan apalagi pas lebaran. Tapi nggak semua orang lho bisa meminta maaf secara tulus, pun juga nggak semua orang bisa memaafkan secara tulus. Nih contoh kasusnya, ada ibu-ibu yang curhat:

“Ustadz, saya sebenarnya sudah memaafkan dia, tapi kenapa ya kalau ingat dia rasanya sesak, pengen meledak”

Nah, dari kata2 itu bisa disimpulkan ndak si ibu ini sudah memaafkan atau belum? Kata2 awalnya sih indah ya. Saya sudah memaafkan. Eh.. disambung tapi kalau inget dia.. bla..bla..bla… Kalau saya bilang, tuh ibu masih belum memaafkan sama sekali. Bahkan boleh dibilang, tuh ibu TERPAKSA bilang sudah memaafkan walaupun dalam hatinya ada dendam yang belum reda sedikitpun.

Meminta maaf apalagi kalau kita merasa tidak bersalah, adalah hal yang paling berat. Tapi begitu kita mengutarakannya, ada perasaan lega dan selesai semua urusan walaupun yang memberi maaf belum tentu memaafkan sepenuhnya.

Tapi bagi pemberi maaf, persoalan belum selesai hanya dengan mengatakan, “Ya saya maafkan kamu”. Di twitter saya katakan, “Minta maaf itu seperti memecahkan guci dan kemudian menyatukan lagi kepingannya satu per satu. Susah memang tapi begitu selesai, selesai deh”. Sedangkan memberi maaf itu seperti MEMBELI guci tambalan itu. Gampang sih tinggal beli aja, tapi ada rasa dongkol dalam hati kalau kita tidak ikhlas menerimanya.

Dalam dunia SEFT, ada pasien yang sakit pinggang. Sakit sepele yang bagi sebagian orang akan sembuh hanya dengan rebahan beberapa menit. Tapi bagi orang ini, sakit pinggangnya tidak sembuh bahkan sudah puluhan tahun. Apa sebab? Setelah diterapi oleh seorang SEFTER, alhamdulillah.. gak sembuh juga. Si Sefter penasaran lalu coba mengorek info darinya. Sejak kapan sakit pinggang?

Ternyata dia mulai sakit tatkala suaminya selingkuh dengan wanita lain. Mereka akhirnya cerai atas gugatan dia sendiri. Sejak itu dia jadi sering sakit pinggang. AHA.. jadi itu masalahnya. Maka dimintalah tuh ibu untuk mengikhlaskan atau memaafkan perbuatan suaminya. Dia menolak dan nggak mau memaafkan. Akhirnya Sefter itu bilang, “Ya udah kalau begitu, silahkan sakit pinggang terus. Suami sampeyan enak2 dengan cewek lain, sampeyan disini sakit pinggang tiap hari. Kalau nyaman dengan kondisi itu ya udah”.

Galau deh… akhirnya Sefter itu ngasih solusi, ya udah kita SEFT aja emosi yang nggak mau memaafkan itu ya. Dalam beberapa putaran SEFT alhamdulillah ibu itu akhirnya bilang, ya udah saya maafkan dia deh. Ajaib, belum juga di SEFT sakit pinggangnya ternyata begitu dia memberi maaf, sakitnya sembuh. Beberapa hari setelah itu sang Sefter di telpon dan dia bilang sakitnya tak kunjung datang lagi bahkan di saat capek2nya dia bekerja.

Dendam itu apapun bentuknya sangatlah buruk. Terserahlah anda mau bilang apa, “Saya ndak dendam kok, saya sudah maafkan dia”. Tapi kalau dengan ingat dia aja anda sudah marah, berarti masih ada dendam. Lagipula untuk apa gitu lho memelihara dendam. Apakah kalau anda dendam, orang itu jadi sekarat? Apakah kalau dendam, tuh orang jatuh miskin? Nggak pengaruh apa-apa lagi. Yang ada kitanya yang sengsara, kitanya yang sakit dan kita kehilangan keceriaan diri.

Jadi gimana? Masak dibiarin aja. Kalau bisa lapor polisi ya lapor. Kalau ndak bisa misalnya karena kasus perseligkuhan di atas dan sudah diselesaikan di persidangan ya udah selesai. Lepaskan…

Memberi maaf yang terbaik itu seperti buang air besar. Pernah ndak kita menyesal abis buang air? Walaupun tadi malam kita habis pesta dan makan makanan yang paling mahal di dunia serta paling lezat, tetep aja kita ikhlas saat makanan itu keluar dan masuk ke septic tank. Nah, seperti itulah harusnya memaafkan 🙂

Masukkan alamat email anda untuk mendapat update terbaru:

4 thoughts on “Meminta Maaf dan Memaafkan”

  1. bener banget dengan apa yang disampaikan oleh Pak Lutvi, seseorang dalam meminta maaf dan memberi maaaf perlu memiliki kesadaran yang besar sekaligus keikhlasan

Comments are closed.