Konsep kekayaan selalu jadi perdebatan dari waktu ke waktu. Kaya itu apa? jawabnya sangat relatif bergantung keyakinan masing-masing individu. Tapi kita juga harus punya konsep yang tepat untuk kekayaan ini. Jangan sampai kita jadi puyeng sendiri dan stress gara-gara salah definisi soal kaya.
Jadi bagaimanakah kaya itu?
Bagi seorang muslim, harta sesungguhnya adalah:
- Makanan yang dimakan sampai habis
- Pakaian yang dipakai sampai lusuh
- Harta yang di-infaq-kan di jalan Allah
Ketiga harta itulah sebenar-benarnya harta. Sedangkan selain ketiganya bisa disebut sebagai harta semu yang kelak cepat atau lambat akan jadi harta orang lain. Mobil kita yang berderet di garasi, rumah yang seluas lapangan golf atau tabungan di bank yang nolnya begitu banyak, ada kemungkinan akan jadi milik anak-anak kita, atau bahkan milik teman-teman kita kelak.
Kalau konsepnya seperti itu, berarti muslim gak boleh punya banyak harta dong?
Ini juga keliru. Coba baca ulang list diatas. Kita cuma punya 3 cara harta itu jadi milik kita yang sejati. Makan, seberapa banyak sih bisa kita makan? Jadi, opsi pertama ini gak bisa di maksimalkan lagi. Pakaian, kayaknya jarang deh kita pakai pakaian sampai lusuh. Bahkan warnanya kusam dikit atau modelnya udah gak trend aja kita sudah ganti baju. Jadi opsi inipun gak bisa kita gunakan untuk memperbanyak harta sejati.
Maka tinggallah harta yang di-infoq-kan di jalan Allah. Yang ini gak ada batasnya. Begitu luas dan besarnya. Maka agar harta sejati kita banyak, berarti kan kita harus punya banyak harta untuk diinfaqkan. Kita harus punya banyak uang untuk dibagikan ke fakir miskin dan perjuangan menegakkan kalimat Allah. Dan kita juga butuh lahan seluas lapangan golf agar bisa bangun masjid dan pesantren.
Jadi kesimpulannya adalah Kaya itu adalah saat kita mampu menginfaqkan harta sebanyak mungkin. Saat kita tak mampu ber-infaq maka bisa dikatakan kita miskin karena apa yang kita miliki sejatinya cuma kekayaan semua belaka. Yuk kita tambah kekayaan sejati kita dengan banyak-banyak ber-infaq.
Assalamu’alaikum.
Pak, sebetulnya kurang dua tuh, yaitu ilmu Qura`n dan Sunnah yang bermanfaat (yang diajarkan dan diamalkan) serta anak sholeh yang mendoakan orang tuanya.
Kalau itu sih “kaya” dalam arti yang luas lagi. Bukan cuma 2 itu aja, tapi juga kesehatan, waktu, kesempatan, dll. Yang sedang dibicarakan diatas adalah kekayaan yang sifatnya materi dan ketiga point diatas saya ambil dari kitab Nashoihul ‘Ibad
yang jelas kaya itu tidak miskin..
hehehe..