Jangkar 1

Jangkar


Anda tau jangkar kan? Itu lho yang biasa ada di kapal yang berguna untuk menambatkan kapal jika ingin berhenti di laut dangkal agar tidak terseret arus. Tapi bagi orang awam, sebenarnya jangkar itu gak ada manfaatnya kan?

Coba deh anda perhatikan, jangkar hanya dibutuhkan saat kapal tengah berlabuh di tengah laut. Itupun harus laut dangkal. Kalau di samudera ya nggak ada gunanya jangkar ini. Kalaupun berlabuh di pelabuhan, jangkar juga tidak dipakai karena sudah ada tali yang ditambatkan ke pelabuhan. Praktis, jangkar ini amat sangat jarang sekali dipakai. Mungkin hanya kapal-kapal nelayan kecil saja yang akan pakai karena harus berhenti di tengah laut menjala ikan.

Tapi menghilangkan jangkar dari kapal juga bukan tindakan yang dibenarkan. Artinya meski fungsinya kecil sekali, sebagai alat pengaman jangkar tetap diperlukan.

Nah, tahu ndak? Bukan cuma kapal yang butuh jangkar. Tapi hidup ini juga butuh jangkar. Jangkar yang saya maksudkan adalah kritikan. Siapapun pasti akan mengatakan tidak suka kalau dikritik bahkan saat kita benar-benar minta kritikan sekalipun. Walaupun anda bilang ndak mas, buat saya kritikan itu adalah pemacu semangat kita. Tapi alam bawah sadar anda akan melakukan penolakan-penolakan terhadap berbagai macam kritikan walaupun anda nyata-nyata salah.

Kritik itu seperti jangkar. Dia nggak boleh terlalu mendominasi. Bayangkan kalau ada kapal jangkarnya diturunkan terus. Walaupun mesinnya kuat, tuh kapal akan boros tenaga dan mesin canggihnya cepat atau lambat akan hancur juga. Bukan tidak mungkin kalau jangkarnya kuat, kapal justru malah karam. Menghilangkan sama sekali kritikan juga bukanlah cara terbaik. Menutup dari berbagai kritikan justru hanya melalaikan kita dan mengurangi kewaspadaan kita.

Maka kritikan itu haruslah proporsional. Tidak boleh terlalu banyak tapi juga tidak boleh dihilangkan sama sekali. Sedikit saja seperti sedikitnya garam di sayuran. Dan gunakan jarang sekali seperti kapal yang sangat jarang menggunakan jangkar.

Saya sendiri heran dengan sekelompok orang yang pekerjaannya terus menerus mengkritik kinerja pemerintah. Walaupun apa yang disampaikan benar, tapi ini sama saja dengan menurunkan jangkar terlalu sering. Kapal akan terhambat lajunya dan kurang maksimal kerjanya. Pada akhirnya si jangkar akan kembali menyalahkan nahkoda karena dinilai lamban dalam bekerja.

Mengkritik itu boleh, tapi selalu mengkritik itu jelek. Bila ingin membandingkan seberapa banyak kritikan yang harus anda sampaikan, coba saja bandingkan antara jumlah garam dan jumlah air. Nah, segitulah seharusnya. Hasilnya akan dijamin enak dan maknyusss..

Pemerintah itu manusia seperti kita, mereka bukan robot juga bukan malaikat. Salah itu biasa sebagaimana kita juga sering salah. Bedanya kesalahan mereka efeknya lebih besar saja daripada kita. Untuk itulah kita harus ikut membantu. Daripada mengkritik pemerintah yang belum mampu mengentas kemiskinan, bukankah lebih baik kalau kita membuka usaha atau membuat pelatihan kewirausahaan? Daripada memaki pemerintah karena korupsi, bukankah lebih baik kalau kita mulai menghentikan menyuap pejabat2 mulai RT hingga camat hanya untuk melancarkan urusan surat menyurat kita? Daripada menjelek-jelekkan pemerintah karena tidak peduli pada penderitaan rakyat, bukankah lebih baik kalau kita mulai mengangkat derajat 1-2 orang tetangga kita dari kemiskinan?

Mengkritik itu mudah sekali, semudah menurunkan jangkar. Tapi membantu itu sulit dan butuh energi besar sesulit mendayung kapal besar kita. Maka silahkan pilih, apakah anda ingin menjadi penghambat laju kapal ini dengan rame2 menurunkan jangkar? Ataukah anda ingin membantu kapal ini terus melaju dengan sama-sama mendayung perahu raksasa bernama Republik Indonesia ini?

Masukkan alamat email anda untuk mendapat update terbaru: