Berita tentang “pencurian ide” budaya Indonesia mewarnai dunia maya akhir-akhir ini. Tapi mungkin cerita ini membuat kita tersadar apa sebenarnya penyebab masalah ini. Memang mudah menyalahkan orang, tapi percaya atau tidak seringkali kesalahan orang lain adalah sebab dari kelalaian kita sendiri.
Ini sebuah cerita di suatu desa yang sangat terpencil. Disana hidup 2 anak dari 2 keluarga yang berbeda. Amir adalah anak keluarga miskin. Dia tidak punya mainan apa-apa selain mainan yang dia buat sendiri dengan memanfaatkan pelepah pisang. Rudi adalah anak orang kaya. Mainannya sangat banyak dan beraneka ragam.
Hampir tiap sabtu ibu Rudi membelikan mainan baru yang lebih canggih dan lebih bagus. Akibatnya, mainan-mainan Rudi yang lama menjadi jarang dimainkan. Hanya teronggok di gudangnya yang berdebu. Suatu saat ketika sang ibu ingin membersihkan gudang, dia melihat mainan-mainan itu dan kemudian membuangnya di tempat sampah bawah pohon mangga belakang rumah.
Hari demi hari berlalu dan Rudi asyik dengan mainan-mainan barunya. Suatu ketika Rudi dibelikan mainan yang sangat bagus. Dia ingin memamerkan mainan barunya ke Amir. Dia berlari dengan senyum mengembang membayangkan betapa kasihannya Amir yang tak punya mainan.
Sampai di rumah Amir, betapa kagetnya dia melihat bahwa Amir punya banyak mainan bagus-bagus. Dengan penasaran dia melihat mainan itu satu per satu. “Apaa? Itukan mainanku??”, teriak Rudi.
“Lho, kan kamu udah buang mainan ini di tong sampah!”, bela Amir
“Tapi itu mainanku!!”, jawab Rudi sambil menangis.
Karena kesal, Rudipun pulang ke rumah dan melapor pada ibunya bahwa mainannya telah dicuri oleh Amir.

Mungkinkah kita ini Rudi yang membuang dan mencampakkan budaya2 kita? Mungkinkah kita yang membuang budaya di tong sampah? Coba anda hitung, berapa banyak acara negara yang menghadirkan seni-seni budaya Indonesia? Kita memang punya banyak hal untuk dibanggakan. Tapi sesuatu yang kita simpan di gudang berdebu atau cuma tercatat di buku pelajaran IPS, bukanlah menunjukkan kalau kita ini menghargainya.
Saya teringat kata para ulama, “Orang kuat bukanlah orang yang mampu mengalahkan orang lain dalam pertandingan gulat. Tapi orang kuat adalah orang yang mampu mengakui kesalahannya sendiri”.
Mari kita mengembalikan jati diri bangsa. Kita lestarikan budaya bangsa. Tunjukkan pada dunia bahwa budaya-budaya itu adalah milik kita dan hak kita untuk memeliharanya.
Yah, mungkin begitulah ibaratnya ya mas lutvi.. Sebenernya kita jangan menyalahkan negara tetangga terlebih dahulu. Kita sendirilah yang sebenernya harus disalahkan. Kurangnya perhatian pemerintah terhadapa budaya-budaya sendirilah yang menyebabkan budaya kita diklaim negara tetangga. Kurangnya perhatian pemerintah terhadap daerah-daerah pinggiran (perbatasan negara) menyebabkan daerah tersebut diklaim negara tetangga. Sebagai contoh, daerah pinggiran kalimantan, ada yang malah memakai mata uang ringgit..
iya..mungkin karena kurangnya kepedulian kita sebagai warga negara indonesia terhadap budaya sendiri
pantang menyerah indonesia, mereka mainklaim terus, kita hanya bisa “ya saya maffkan”
jangan tinggal diam 😀
maaf mas saya terlalu bersemangat …
artikelnya menarik saya share disini ya mas :
http://www.blogsmada.com/browse_links.php
artikel mas :
http://www.blogsmada.com/Woman/link/57