Cutloss dan Trailing Stop itu sebenarnya sama, yang membedakan hanya posisinya saja. Cutlose adalah autosell yang diletakkan di bawah harga beli. Sedangkan trailing stop diletakkan di atas harga.
Keduanya selalu diletakkan di bawah harga saat ini. Fungsi CL dan TS adalah sama yaitu untuk membatasi resiko. Biasanya akan memanfaatkan fasilitas auto sell dari aplikasi online sekuritas.
Namun, tak jarang investor juga menentukan cutloss dan trailing stop di atas kertas jurnal saja. Artinya eksekusinya manual. Ini untuk mencegah false signal.
Sebab seringkali ketika harga menyentuh harga CL atau TS, dia memantul kembali. Dengan menjual secara manual saat harga tersentuh, maka investor bisa memutuskan apakah benar-benar menjualnya atau hold dulu.
Maka, dengan menentukan CL dan TS di awal, anda sudah bisa memastikan hasil akhir trading. Sebab harga jualnya ya sudah ditentukan sejak awal 🙂
Apakah pasang Cutloss Wajib?
Sebenarnya ya nggak. Lagi-lagi tergantung style trading masing-masing. Gak ada yang mewajibkan juga. Duit anda sendiri 😀
Namun, jika kita sudah merencakan sebuah action jika kondisi tidak sesuai kenyataan, maka tradingpun akan lebih nyaman dan santai.
Bahkan anda tinggal setting auto buy dan auto sell aja di aplikasi trading. Saat market buka udah gak perlu pusing lihat fluktuasi market lagi. Emosi juga lebih stabil dan tidak mudah terpengaruh.
Kenapa pakai Cutloss dan Trailing Stop?
Jadi gini, uang itu bisa dicari kapanpun selama hidup. Yang gak bisa dicari dan diganti adalah waktu. Nah, cutloss itu sangat bermanfaat untuk memotong waktu tunggu.
Contoh gampangnya gini, anda ada di gedung pencakar langit dengan 100 lantai. Saat ini anda ada di lantai 90 misalnya dan hendak naik ke lantai 100 menemui bos.
Eh ternyata lift yang masuki malah turun ke lantai dasar. Apa yang anda lakukan?
Walaupun anda tahu setelah turun ke lantai dasar dia akan naik lagi, tapi si bos bakal marah-marah sebab anda telat datang gara-gara salah masuk lift.
Akan bijak jika anda langsung turun di lantai 89 dan pindah lift lain yang akan naik kan?
Nah, di saham juga sama, anda ingin dapatkan saham yang cuan. Eh ternyata saham yang anda pilih salah analisa. Ya memang suatu saat ini mungkin akan mantul. Masalahnya ini bukan lift yg gerakannya pasti.
Ini adalah saham. Boleh jadi hari ini turun, besok naik kencang, tapi boleh juga hari ini turun, eh besok turun lebih dalam lagi dan 2 tahun lagi baru balik ke posisi semula. No body know.
Maka bagi seorang trader dimana waktu adalah penting, memasang cutlose dan trailing stop adalah memastikan anda selalu berada di lift yang benar.
Tapi… jika yang anda harapkan hanya deviden yang diberikan setahun sekali, atau waktu gak terlalu masalah buat anda sebab yang anda butuhkan adalah big gain, maka stoplose dan trailing stop tidak terlalu dibutuhkan lagi.
Kembali lagi ke trading plan masing-masing. Ada yg memang menganalisa perusahaan dan menemukan bahwa harga saham perusahaan itu sebenarnya sangat undervalue, misalnya asset bersih per saham 3.000 eh harganya cuma 200.
Walaupun harga stagnan di angka segitu aja, mentok-mentok cuma 400, dia tetap terus collect saham itu. Tapi saat banyak orang kemudian tahu valuenya, maka harga akan melonjak gak karuan dan dia untung edan-edanan 🙂
Tapi tentu ini sudah beda strategi lagi dan tentunya duitnya juga gak boleh pas-pasan dan waktu harusnya sudah bukan jadi masalah lagi 🙂
Bagaimana Menentukan Cutloss dan Trailing Stop?
Tidak ada aturan baku dalam menentukan cutloss dan trailing stop. Namun, biasanya trader memanfaatkan indikator yang digunakan sebagai support dan resistance.
Biasanya cutloss akan dipasang di garis support. Bila ternyata harga mampu menembus garis resisten, maka langsung pasang trailing stop di garis resisten. Sebab, garis resisten yang sudah ditembus akan menjadi support berikutnya.
Beberapa cara menentukan batas cutloss dan trailing stop:
- Menggunakan indikator teknikal baik MA, Ichimoku maupun pakai garis fibonacci. Tergantung trading rule yang dipakai masing-masing trader.
- Menggunakan prosentase. Jadi cutloss dan trailing stop dibuat misalnya 5% dari harga tertinggi. Maka ketika harga naik, CL dan TS-nya juga ikut naik mengikuti pergerakan harga.
- Menggunakan candle chart. Misalnya low 3 hari yang lalu. Nah, tiap hari dia ngikutin tuh pakai low 3 hari yang lalu.
- Pakai risk and reward. Seperti pernah saya bahas di risk and reward, TS baru dipasang saat harga sudah 2x risk. Dan terus dinaikkan sesuai risk-nya.
Kenapa kok Cutloss melulu?
Ini sering terjadi pada trader pemula. Udah coba disiplin cutloss eh malah bolak-balik cutloss lalu punya pikiran, bisa habis duit saya kalau cutloss melulu.
Biasanya ini terjadi kalau malas bikin jurnal. Ya, insyaaLlah di artikel yg lain akan saya detilkan lagi bahas soal jurnal ini.
Dengan jurnal anda bisa tahu apakah rule anda sudah efektif atau belum. Misalnya kok cutloss terus, maka coba perhatikan pergerakan harga saham-saham yg anda beli. Jika pergerakan hariannya aja bisa range 5% lalu anda pasang cutloss-nya cuma di 3% ya udah pasti kena sambar dong.
Saya memasang cutloss tidak asal nentuin berapa persen tapi melihat bagaimana pergerakan harga sahamnya. Saham yg range high ke low-nya sangat jauh ya gak bisa disamakan dengan yg range-nya pendek.
Makin tinggi range-nya, berarti pasang cutloss-nya juga makin dalam. Hasilnya dengan RPT yang sama, saham yg dibeli juga pasti beda jumlahnya. Oke, mari kita coba contoh:
Saham ABCD dan VWXZ harganya kebetulan sama 1.000. Untuk cutloss saya pakai acuan low hari sebelumnya. ABCD low sebelumnya di 970, sedangkan VWXZ di 900.
Maka:
– ABCD saya pasang cutloss di 960. Berarti risk-nya 40.
– VWXZ saya pasang cutloss di 890. Berarti risk-nya 110.
Misal RPT saya 50.000, maka saya hanya boleh beli:
– ABCD : 50.000 / 40 = 1250 lembar atau 12 Lot
– VWXZ : 50.000 / 110 = 454,5 lembar atau dibulatkan jadi 4 Lot
Jika keduanya sama-sama kena cutloss, maka saya akan rugi:
– ABCD : 12 x 100 x 40 = 48.000
– VWXZ : 4 x 100 x 110 = 44.000
Keduanya masih di bawah batas RPT saya yg 50.000.
Semua ini harus dicatat dalam jurnal. Berapa belinya, jumlahnya berapa lot, cutloss di harga berapa dan kalau terkena cutloss juga dicatat. Yang berhasil kena trailing stop juga harus dicatat. Lalu tiap tahun dievaluasi, berapa yg cutloss dan berapa yang trailing stop.
Yang cutloss dipelajari terutama yg abis kena cutloss lalu memantul. Berapa banyak yg kayak gitu? Kalau sebagian besar seperti itu, artinya kita manentukan cutloss-nya terlalu rapat, harus diturunkan lagi.
Dengan jurnal, akhirnya bisa melakukan evaluasi secara matang dan system trading akan terus bisa diperbaiki dan disempurnakan 🙂