Analisa Fundamental Saham adalah sebuah analisa yang berfokus pada kualitas perusahaan. Ada banyak faktor yang dianalisa, namun di artikel ini saya akan coba tampilkan beberapa yang sering dijadikan acuan oleh para investor dalam memilih saham.
Istilah Pendahuluan
Sebelum bicara banyak istilah untuk analisa fundamental saham, saya ingin coba jelaskan dulu beberapa istilah yang akan sering anda temui di artikel ini:
- Asset: adalah kekayaan perusahaan. Jadi, apapun yang dimiliki oleh perusahaan disebut asset. Mulai bangunan, kendaraan, mesin-mesin, dll.
- Liabilities: adalah hutang perusahaan, baik hutang jangka panjang maupun jangka pendek serta kewajiban-kewajiban yang lain.
- Equity: adalah modal atau jumlah kekayaan bersih perusahaan
Rasio-rasio yang akan saya jelaskan di sini, bisa anda cek nilainya di tiap perusahaan di web investing.com atau biasanya juga disediakan di aplikasi trading sekuritas.
Jika menggunakan investing, silahkan search emiten yang ingin dianalisa lalu klik menu Financials lalu klik sub menu Ratios. Tinggal scroll aja ke bawah untuk melihat aneka macam rasio yang disajikan 🙂
Ada banyak sekali rasio tapi saya hanya akan jelaskan beberapa yang sering dipakai saja.
Price to Book Value (PBV)
Price to Book Value (PBV) adalah metode membandingkan harga saham dengan Book Value (BV) perusahaan.
Book Value sendiri adalah nilai aset yang tersisa setelah dikurangi sejumlah penyusutan nilai yang dibebankan selama umur penggunaan aset tersebut.
Maka boleh dibilang BV ini adalah nilai sesungguhnya suatu perusahaan jika misalnya suatu ketika perusahaan bangkrut atau ditutup.
Dengan membandingkan harga saham dengan nilai buku / book value, maka anda bisa tahu apakah saham yang anda beli termasuk murah atau sudah terlalu mahal.
Biasanya nilai PBV yang dijadikan patokan adalah 1. Jika PBV bernilai 1, artinya saat perusahaan dilikuidasi, anda masih mendapatkan 100% uang anda kembali. Tapi jika lebih dari 1, maka ada kemungkinan uang anda cuma kembali sebagian saja.
Tapi patokan ini tentu harus dibandingkan dengan perusahaan lain yang sejenis. Sebab di sektor tertentu, PBV-nya rata-rata bisa lebih dari 2 bahkan sampai 7. Maka kalau ada yang nilainya cuma 2 koma ya boleh dibilang harganya sudah paling murah dibanding perusahaan lain di sektor yang sama.
PBV dianggap bagus jika nilainya kecil, itu berarti harga saham saat ini termasuk murah. Maka, anda perlu membandingkan dengan perusahaan lain di sektor yang sama untuk bisa membandingkan mana perusahaan yang harganya saat ini paling murah.
Price to Earning Ratio (PER)
Price to Earning Ratio dalam analisa fundamental adalah membandingkan harga saham dengan earning per share (EPS).
EPS sendiri adalah laba bersih perusahaan dibagi jumlah lembar sahamnya.
Maka jika laba perusahaan besar sedangkan harga sahamnya murah, maka otomatis PER-nya juga kecil. Demikian juga sebaliknya jika laba perusahaan turun atau kecil, ya otomatis PER-nya jadi besar.
PER ini juga bisa dijadikan sebagai patokan BEP. Misalnya PER-nya adalah 5, berarti modal anda baru akan kembali setelah 5 tahun.
Angka ideal untuk PER adalah 20x – 25x. Tapi ini tentu tergantung industrinya ya. Tidak bisa disamakan untuk tiap industri.
PER dianggap bagus jika nilainya kecil, artinya harga sahamnya saat ini murah. Anda perlu membandingkan PER saham ini dengan perusahaan yang lain di sektor yang sama agar bisa menilai dengan lebih akurat.
Return of Equity (ROE)
Return of Equity adalah kemampuan perusahaan untuk mengembalikan modal. Semakin besar kemampuannya tentu semakin baik. Dihitung dari pendapatan bersih dibagi jumlah modal.
ROE akan bagus jika nilainya selalu naik. Ini menunjukkan kalau perusahaan mengalami perkembangan. Kalau cenderung turun atau stagnan berarti perusahaan bisa dianggap tidak berkembang.
Return of Asset (ROA)
Return of Asset sebenarnya sama dengan ROE, hanya saja yang dihitung adalah pendapatan bersih dibanding dengan jumlah asset-nya.
ROA akan bagus jika nilainya selalu naik. Ini menunjukkan kalau perusahaan mengalami perkembangan. Kalau cenderung turun atau stagnan berarti perusahaan bisa dianggap tidak berkembang.
Earning per Share (EPS)
Earning per Share adalah membandingkan penghasilan perusahaan dengan jumlah sahamnya. Jika penghasilannya bertumbuh, otomatis EPS juga naik. Tapi kalau turun ya turun sebab biasanya jumlah saham tetap selama beberapa tahun.
Dengan melihat data EPS anda bisa dengan mudah memantau kinerja perusahaan, apakah terus menerus turun, selalu bertumbuh atau stagnan naik turun di level itu-itu saja.
EPS dianggap bagus, jika ada kenaikan dari periode sebelumnya. Maka anda harus membandingkan EPS periode ini dengan periode sebelumnya.
Debt to Equity Ratio (DER)
Debt to Equity Ratio adalah membandingkan hutang perusahaan dengan equity perusahaan.
Jika nilai DER lebih dari 1, berarti hutang perusahaan lebih besar daripada equity-nya. Artinya jika perusahaan dilikuidasi, otomatis anda tidak kebagian apapun sebab seluruh asset perusahaan dipakai untuk bayar hutang, itupun masih kurang 😀
Jika nilainya kurang dari 1, berarti perusahaan dalam kondisi sehat. Hutangnya tidak terlalu banyak.
Yang repot kalau sampai mines. Walaupun mines itu artinya kurang dari 1, tapi ini terjadi karena equity-nya juga mines. Perusahaan yang kayak gini, sebaiknya ya ditinggalkan saja 🙂
DER dianggap bagus jika nilainya kecil. Ini berarti hutang perusahaan tidak banyak
Dividen Yield (DY)
Dividen Yield adalah perbandingan jumlah deviden dengan harga saham. Dengan memakai patokan ini, anda bisa mengetahui berapa yang akan anda dapatkan jika membeli saham saat ini.
Biasanya DY dipakai saat perusahaan mengumumkan akan membagikan deviden. Saat itu bisa dilihat berapa jumlah deviden yang dibagikan dan berapa harga saham saat ini.
Misalnya saham ABCD harga saat ini adalah 1.000 dan akan membagikan deviden sebesar 50 per saham. Maka DY-nya adalah 50/1.000×100% = 5%.
Maka, jika anda beli saham ABCD sekarang, saat pembagian deviden nanti otomatis anda mendapatkan return sebesar 5%. Dengan catatan harga saham gak berubah ya.
Tapi pada kenyataannya, seringkali setelah cumdate, harga saham justru anjlok lebih besar dari devidennya. Contohnya saham ABCD tadi yg harganya 1.000, ketika selesai cumdate, harganya bisa turun hingga jadi cuma 850.
Maka, anda perlu melakukan perbandingan dengan periode-periode sebelumnya, bagaimana perhitungan perusahaan dalam membagikan deviden. Cek deviden rationya lalu cek pertumbuhan earningnya.
Jika deviden ratio selalu tetap dan earning selalu tumbuh, maka bisa diperkirakan pada periode berikutnya, jumlah deviden akan lebih besar, tinggal cari waktu yang tepat saja untuk masuk yaitu ketika harga saham sedang turun-turunnya 🙂
DY dianggap bagus jika naik. Jadi perlu dibandingkan dengan periode yang lebih lama.
Itulah beberapa macam istilah ratio dan analisa fundamental saham yang banyak dipakai oleh para investor. Untuk menentukan harga yang tepat, biasanya butuh beberapa macam ratio sebelum akhirnya memutuskan harga wajarnya berapa.
Namun, kalau bicara gampang-gampangan sih, menurut saya yg perlu diperhatikan itu cuma 3 saja. PER, DER dan DY.
- PER harus naik terus
- DER harus turun terus
- DY harus naik terus
Kalau itu sudah memenuhi, ya tinggal lihat chart saja dan gunakan analisa teknikal untuk menentukan kapan beli sahamnya 🙂