Artikel ini bisa disebut artikel dukungan sekaligus bantahan atas ceramah ustad Yusuf Mansur 🙂 Ya, saya mendukung sekali ucapan beliau bahwa Allah itu amat sangat bisa diandalkan. Tiada penolong yang lebih baik dariNya dan hanya Dialah seharusnya tempat kita meminta pertolongan.
Tapi menganalogikan Allah dengan pemain catur yang melakukan tindakan diluar kewajaran aturan permainan itu yang kurang saya setujui. Dengan melakukan hal itu, berarti Allah tidak mematuhi sunnatullah yang dibuatNya sendiri. Allah juga tidak adil. Itu sih sebenarnya masih sah-sah saja karena Allah adalah Yang Maha Berkuasa atas segala sesuatu bahkan atas keputusanNya sendiri.
Hanya saja Allah tentunya punya cara yang jauh lebih jenius daripada berbuat “curang” dengan memby-pass aturanNya sendiri.
Kalau analogi saya, mungkin selama ini kita bermain catur seperti anak yang baru belajar main. Sedangkan Allah bermain catur lebih master dari para grand master. Itulah kenapa, Allah selalu tahu bagaimana mengabulkan apapun yang kita inginkan tanpa perlu merusak atau membypass tatanan yang sudah ada.
Seringkali secara tak sadar kita “meremehkan” kejeniusan Allah. Kita tidak berani meminta hal-hal yang besar. Kita lebih suka meminta pada manusia bahkan beberapa lagi meminta pada benda.. naudzubillah..
Bayangkan jika anda seorang super duper jenius di samping anda. Bukan cuma jenius, tapi dia juga pemimpin yang sangat berkuasa. Ketika anda butuh bantuan, masihkah anda akan mencari orang lain? Saya yakin tidak.
Masalahnya seringkali kita ini menganggap Allah itu “tidak ada” atau “tidak nyata”, sehingga ketika butuh sesuatu, bukan Allah yang kita cari, tapi makhluk yang punya banyak keterbatasan. Padahal kita tahu betapa hebatnya Allah. Nah, pengetahuan ini, mustinya harus jadi keyakinan dan diwujudkan dalam perbuatan dan sikap kita sehari-hari.
Ingatlah, Allah lebih jenius dari yang bisa anda bayangkan. Dia pasti tahu apa yang harus dilakukan untuk membantu anda. Tentunya dengan caranya yang luar biasa dahsyat!
Sedikit cerita lagi yang mudah-mudahan bisa membuat anda makin mengerti betapa jeniusnya Allah
Alkisah Panjul dan Bejo yang sama-sama lahir. Sayangnya Bejo dilahirkan di keluarga kurang berada tapi punya ayah yang jenius. Sedang panjul, lahir di keluarga kaya raya dengan ayah yang selalu memenuhi permintaannya.
Untuk mendapat mainan baru, Panjul tinggal bilang dan tak sampai menunggu besok, mainan itu akan dia dapatkan.
Untuk mendapat mainan baru, Bejo tinggal bilang dan ayahnya akan mengajari bagaimana mendapatkannya. Setelah mengikuti nasihat dan cara ayahnya, Bejo baru mendapatkan mainannya walaupun tidak persis seperti yang dia harapkan.
Singkat cerita, setelah dewasa, Panjul tetaplah Panjul yang manja. Dan saat orang tuanya tiada, dia jatuh ke lembah kemiskinan dan penderitaan.
Bagaimana dengan Bejo? Pengalamannya menemui masalah dan perjuangannya yang berat untuk mendapatkan apa yang dia inginkan, menjadi bekal besarnya dalam menghadapi kehidupan. Bejopun jadi pengusaha sukses atas aneka ide-ide orisinil yang berhasil dia ciptakan.
Allah yang kebanyakan diyakini oleh kita adalah seperti ayah Panjul. Seringkali kita menganggap Allah itu seperti Jin Lampu di film Aladin. Begitu minta, sim salabim apa yang kita inginkan muncul. Ketika kita menghadapi kenyataan bahwa permintaanya itu tidak begitu saja diberikan, akhirnya membuat keyakinan kita luntur.
Padahal Allah itu seperti ayah Bejo. Dimana saat kita meminta, Allah menunjukkan bagaimana cara mendapatkannya. Ibaratnya kita minta ikan, Allah justru membawa kita ke hutan bambu dimana tidak ada air disana. Tapi dengan ketekunan dan rasa syukur, kita ubah bambu2 itu menjadi jaring dan kitapun bisa mendapatkan ikan dengan jauh lebih mudah.
Nah, sekarang mulailah berpikir positif pada Allah. Syukuri apapun yang Dia berikan pada kita. Karena Allah lebih tahu apa yang terbaik bagi kita. Allah tahu apa yang paling tepat bagi masa depan kita.
Saya setuju mas, Allah lebih jenius daripada berbuat “curang” dengan memby-pass aturanNya sendiri. Wong seluk-beluknya Allah tahu…
Allah lebih tahu tentang dirikita melebihi pengetahuan kita terhadap diri sendiri. .
Kalau menurut saya sih…Allah itu gak bisa di bandingkan dengan apapun.. kita cukup meyakininya saja dalam hati Bahwa Dialah Sang Pencipta Yang Maha Segala-galanya.. 😀 keep Opini Mas Lutvi.. tolong koreksi kalau salah.. 🙂
Salam kenal mas..
Allahu Akbar …
jadi kalau diartikakan secara sempit, orang yang terlahir dari miskin miskin, seharusnya harus lebih bersyukur karena mempunyai peluang untuk lebih sukses dari pada orang kaya. Bagaimana menurut mas Lutvi dan yang lain ?
Salam Kreatif,
Octa Dwinanda
Saya rasa kita semua setuju bahwa Allah Maha Suci dari gambaran yang ada dalam pikiran manusia. Karena bagaimanapun alam pikiran manusia ini dibatasi dengan ketidaktahuan manusia itu sendiri.
Artikel anda ini sangat menggugah dan menyadarkan. Terima kasih mas Lutvi
salam kenal
wow.. harus di akui. selain pebisnis online yang sukses. mas lutvi juga memiliki pandangan yang dalam tentang nilai-nilai kegamaan..
analogi panjul dan bejo, harus jadi pelajaran berarti buat saya..
Saya sependapat dengan Anda mas Lutvi, Bahwa Allah SWT tdk bisa diAnalogikan dengan bentuk Apapun. hanya mungkin cara Ustd.Yusuf menyampaikan hal tersebut, agar para jamaahnya bisa cepat mengerti akan inti dari makna dakwah yg ingin disampaikannya.
Tulisan yang menggelitik sy utk sedikit berkomentar. mengenai aturan dan sunnatullah, sy teringat akan perdebatan dua ulama klasik yang keilmuannya sangat otoritatif pada masanya dan hingga kini, yaitu Ghazali dan Ibnu Ruysd. Keduanya berdebat mengenai sunnatullah, yaitu hukum api yang tidak bisa membakar Nabi Ibarahim AS. Ghazali, dengan pendekatan mistisisme Islam (tasawuf), memandang bahwa api yang keluar dari sifatnya, yaitu panas, dan tidak membakar tubuh Ibrahim adalah sifat kekhususan yang merupakan kekuasaan Allah SWT, meski itu keluar dari sunnatullah. Berbeda halnya dengan Ibnu Rusyd, dengan pendekatan filosif, mengatakan bahwa tidak membakarnya api dan menjadi dingin sebenarnya tidak keluar dari sifat api, melainkan bagian dari sifatnya. Hanya saja, manusia pada saat itu belum mengetahui alasan yang menjadikannya demikian. Hemat saya, perbedaan pandangan tersebut disebabkan oleh perbedaan cara pandangan dan pendekatan yang dilakukan keduannya.
Dalam konteks berdoa, baik sekali untuk merenungkan psikologis doa yang diucapkan Ibrahim ketika menaruh Ismail di tanah tandus Mekkah,…beliau tidak meminta Allah akan prosesnya, yaitu meminta Mekkah menjadi subur, tetapi meminta hasilnya langsung, yaitu memohon buah-buahan yang berlimpah, dan itu dikabulkan Allah yang dapat kita lihat sekarang ini. Jadi, berdoalah kepada Allah bukan pada proses dan detilnya, tapi pada hasilnya sebagaimana doa Nabi Ibrahim as, {?????? ????? ???????????? ????? ??????? ????? ??????? ?????? ????????? ???????? ???? ???????????? ???? ????? ???????? ??????? ??????????? ???????? ????? ????? ?????? ????????????? ???????? ????? ??????????? ????? ??????? ???????? ???????? ??????????}.
Dan (ingatlah) ketika Nabi Ibrahim berdoa dengan berkata: “Wahai Tuhanku! Jadikanlah (negeri Makkah) ini, negeri yang aman sentosa, dan berikanlah rezeki dari berbagai jenis buah-buahan kepada penduduknya, iaitu orang-orang yang beriman kepada Allah dan hari akhirat di antara mereka”.
wallahu A’lam.
ya jelas la mas .. contoh simple menurut saya adalah
kursi tidak akan sama dan lebih pintar dari si tukang kayu..
Allah adalah apa yang kita sangka.. Kalo sangka baik ya pasti dunk kita bersyukur dan rezeki makin lebih di dapat. tapi kalo kufur nikmat ya udah allah makin buat hidupnya susah.. Trouble will come to you everytime..
Ya..Benar Allah is Everything